Kebudayaan Sumatra

Selasa, 19 Januari 2016


  1. Asal Mula Daerah Sumatera
    Asal Mula Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.
  2. Kebudayaan dan Nilai-Nilai Sumatera Utara

Sumatera Utara

Hari jadi : 15 April 1948

Ibu kota : Medan

Kabupaten : 25

Kota : 8

Kecamatan : 325

Kel./Desa : 5. 456

Berikut ini ragam kebudayaan dan nilai-nilai Sumatera Utara :[1]

  1. Suku
    Suku yang mendominasi sumatra utara adalah suku Batak, seperti suku Silindung, Samosir, Humbang, dan Toba yang hidup dipegunungan serta suku melayu yang tinggal dipesisir timur. Selain suku tersebut masih ada beberapa suku lainnya seperti suku Nias, Pakpak, Karo, Simalungun, Angkola, Padang Lawas, Mandailing, Jawa, dan Tionghoa.
  2. Senjata tradisional
    Senjata tradisional sumatra utara adalah pisau surit. Kata “piso” sendiri berarti pisau.
  3. Bahasa daerah
    Suku-suku di sumatra utara umumnya memiliki bahasa daerah masing-masing yang merupakan bahasa leluhur dan diturunkan dari generasi ke generasi. Ada bahasa Batak, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola, Padang Lawas, Mandailing, Nias, Melayu, dan Jawa.
  4. Pakaian adat
    Pakaian kaum pria bagian atas disebut Ande-Hande, sedangkan bagian bawah disebut Singkot. Penutup kepala disebut Tali-Tali, Bulang-Bulang, atau Detar. Sementara kaum wanitanya memakai baju Haen yang dipakai hingga sebatas dada. Untuk menutup punggung digunakan Hoba-Hoba. Jika berupa selendang disebut Ampe-Ampe. Tutup kepalanya disebut Saong.
  5. Tarian daerah
    Seni tari tradisional sumatra Utara sangat beragam. Sebut saja tari Tor-Tor Nasiaran, Tor-Tor tunggal panalan, Morah-morah, Parakut, Sipajok, Patam-patam Sering, Kebangkiung, serta Serampang Dua Belas. Khusus untuk tari Serampang Dua Belas merupakan tarian hasil perpaduan gerak antara tarian portugis dan Melayu Serdang.[2]
    Tari Tor-tor dari Sumatra Utara, ditampilkan saat ada ritual panen, kematian, dan penyembuhan. Wujudnya mulai bertransformasi di wilayah perkotaan karena menjadi tontonan, tidak semua yang melihatnya ikut terlibat (Irsan Mulyadi/Fotokita.net)
    Kata "Tor-tor" berasal dari suara entakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak.Penari bergerak dengan iringan Gondang yang juga berirama mengentak. Tujuan tarian ini dulu untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, dan pesta muda-mudi. Dan tarian ini memiliki proses ritual yang harus dilalui.
    Pesan ritual itu ada tiga yang utama. Yakni takut dan taat pada Tuhan, sebelum tari dimulai harus ada musik persembahan pada Yang Maha Esa.Kemudian dilanjutkan pesan ritual untuk leluhur dan orang-orang masih hidup yang dihormati, terakhir, pesan untuk khalayak ramai yang hadir dalam upacara. Barulah dilanjutkan ke tema apa dalam upacara itu.
    "Makna tarian ini ada tiga, selain untuk ritual juga untuk penyemangat jiwa. Seperti makanan untuk jiwa. Makna terakhir sebagai sarana untuk menghibur.[3]
  6. Alat musik
    Alat musik tradisional daerah Sumatra Utara sangat beraneka ragam. Beberapa diantaranya adalah Aramba, Doli-Doli, Druri Dana, Garantung ,dan Gondang. Gondang Sembilan ini biasa untuk mengiringi tari Tor-tor. Warga Mandailing biasanya menyebutnya Gordang Sembilan, sesuai dengan jumlah gendang yang ditabuh.[4]

Jumlah gendang ini merupakan yang terbanyak di wilayah Suku Batak. Karena gendang di wilayah lainnya seperti Batak Pakpak hanya delapan buah, Batak Simalungun tujuh buah, Toba enam buah, dan di Batak Karo tingga tersisa dua buah gendang.

Menurut analisa Togarma, banyaknya jumlah gendang ini ada hubungannya dengan pengaruh Islam di Mandailing. Di mana besarnya gendang hampir sama dengan besar bedug yang ada di masjid. "Ada kesejajaran dengan agama Islam.Bunyi gendangnya pun mirip seperti bedug.

Gendang ini juga punya ciri khas lain yakni pelantun yang disebut Maronang onang. Si pelantun ini biasanya dari kaum lelaki yang bersenandung syair tentang sejarah seseorang, doa, dan berkat. "Senandungnya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunitas peminta acara.

  1. Kesenian Daerah dan Adat Istiadat
    Lompat batu merupakan tradisi dari Nias yang hingga kini masih terus berlangsung. Lompat batu merupakan tradisi yang sangat populer dimasyarakat Nias, Kabupaten Nias Selatan. Tradisi Lompat Batu adalah ritual budaya untuk menentukan apakah seorang pemuda di Desa Bawo Mataluo dapat diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum.
  2. Makanan dan Minuman Khas
    Makanan khas Sumatera Utara umumnya bercita rasa pedas dengan campuran santan. Makanan khas tersebut antara laindengke naniarsik, pelleng, dan terites. Terdapat juga berbagai macam roti dan kue, seperti bika ambon, bolu meranti, sara’bba, lemang, arsik, uyen, lapis legit, dan lain-lain. Sementara minuman khasnya adalah es kolak, angle, dan tuak.
  3. Tempat Wisata
    Tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi di Sumatera Utara antara lain Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Batang Gadis, Danau Toba, Brastagi, Air Terjun Sipiso-piso, Tahura (Taman Hutan Raya Bukit Barisan), Istana Maimun, Masjid Raya Medan, Candi atau Situs Padang Lawas, Banteng Putri Hijau, Kuil Shri Mariamman, serta Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.
  4. Pahlawan Nasional
    Berikut ini adalah nama-nama pahlawan nasional dari Sumatera Utara, yaitu Raja Si Singamaraja XI, Jenderal Abdul Haris Nasution, Adam Malik, T.B. Simatupang dan lain-lain.[5]
  5. Lagu Daerah
    Beberapa lagu daerah yang populer dari Sumatera Utara adalah Piso Surit, Butet, Dago Inang Sarge, Mariam Tomong, Sengko-Sengko, Sinanggar Tulo, Sing Sing So, dan O Tano Batak.[6]
  6. Seni Kerajinan
    Kerajinan suku bangsa Batak yang terkenal adalah kain ulos. Peranan ulos bagi masyarakat Batak sejak lahir hingga meninggal sangat tinggi. Macam-macam ulos dan fungsinya dalam suatu acara, meliputi:

    1. ulos lobu-lobu adalah ulos yang diberikan ayah kepada putra dan menantu saat pernikahan.
    2. ulos hela adalah ulos yang diberikan orang tua pengantin perempuan;
    3. ulos tondi adalah ulos yang diberikan orang tua kepada putrinya saat hamil tua;
    4. ulos tujung adalah ulos yang diberikan kepada janda atau duda.
    5. ulos saput adalah ulos penutup jenazah yang diberikan paman almarhum jika yang meninggal laki-laki.[7]

13. Mata Pencaharian

Mata pencaharian bangsa Batak adalah bercocok tanam padi dengan irigasi, tetapi masih banyak juga, terutama diantara orang Karo bercocok tanam di ladang.[8]

  1. Bandar Udara : Polonia, Aek Godang, Sibisa, Binaka
  2. Pelabuhan Laut : Pangkalan Susu, Belawan, kuala Tanjung
  3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara, Universitas Negeri Medan, IAIN Sumatera Utara, STAIN Padang Sidempuan
  4. Pertambangan : Gas Alam, minyak bumi, alumunium

  1. Suku Batak

Secara historis, asal usul orang Batak Toba dapat diusut kembali  sampai pada serentetan perpindahan dari sekitar daratan Cina selatan, Yunnan, dan Vietnam Utama pada suatu masa selama abad kedelapan dan ketujuh sebelum Kristus. Orang-orang Batak pertama diyakini mendiami daerah sekitar Danau Toba. Kemungkinan besar mereka adalah orang yang hidup berpindah-pindah tempat.[9]

Pada abad ke -16 M, kebudayaan Batak dipengaruhi oleh peradaban Hindu-Budha yang dianut oleh orang-orang yang hidup disekitar bagian selatan dan pesisir Sumatera Utara. Bidang-bidang peradaban Hindu-Budha, yang berkembang dalam budaya Batak Toba meliputi  sistem pengolahan sawah, kuda, bajak, gaya kediaman sampai peleburan banyak peristilahan asing kedalam konsep kosmologis-agamaniah.[10]

Secara mitologis, orang Batak percaya bahwa mereka berasal dari Debata Mulajadi Na Bolonyang diturunkan dari Gunung Pusuk Buhit. Dalam perkembangan selanjutnya, merekaa bertempat tinggal disatu kampong yang disebut Siannjur Mula-Mula, tempat terjadinya penciptaan awal.

  1. Filsafat Batak di Sumatera Utara[11]

Sebagai dasar hidup bermasyarakat, falsafah hidup orang Batak Toba, yaitu Dalihan Na Tolu seolah-olah memutlakkan status perkawinan sebagai satu-satunya status dan tidak memberikan kemungkinan lain untuk menghidupi bentuk status lain.  Dalihan Na Tolu sebagai Weltanschaung adalah falsafah Batak Toba yang mendasari hidup masyarakatnya dan meresapi nilai-nilai perkawinan yang termuat disalamnya.

  1. Dalihan Na Tolu (DNT) sebagai falsafah hidup
    Secara harfiah, DNT dapat diterjemahkan sebagai Tungku Nan Tiga, yang biasa dipakai sebagai dasar untuk bejana memasak. Ketiga tunggu itu disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tertentu diantara ketiganya supaya terjadi keseimbangan bagi bejana yang ditompangnya. Secara analogis, orang Batak menyamakan dirinya sebagai bejana memasak dan DNT adalah tungku penompangnya. Dengan adanya tungku penompang hiharapkan akan terjadi keseimbangan dalam struktur masyarakat.
    DNT sebagai falsafah hidup dipahami sebagai dasar dan tali pengikat hubungan kekeluargaan diantara tiga kelompok fungsional yang terdapat pada kalangan orang Batak Toba, yaitu dongan sabutuha stau dongan tubu (teman semarga), hula-hula (keluarga pihak istri atau menantu perempuan) dan boru (keluarga pihak menantu laki-laki atau suami dari adik perempuan).
  2. Tritunggal Mulajadi Na Bolon
    Sebelum ada DNT sebagai konsep filosofis, suku Batak telah percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan nama Debata Mulajadi Na Bolon adalah Debata yang tidak bermula dan Dialah “Allah” yang Maha Besar dan Maha Mutlak. Dialah asal segala-segalanya.

Dialah Dewata tertinggi yang dipercayai oleh orang Batak, “Allah” yang diyakini oleh orang Batak Toba direpresentasikan dalam paham trinitas DNT. “Allah” tersebut memiliki pribadi menurut fungsinya yang bersatu dalam nama Mulajadi Na Bolon.

Pribadi pertama adalah Debata Batara Guru, yang diyakini sebagai sumber segala kebijaksanaan dan misteri. Dalam diri Batara Guru “Allah”merepresentasikan pancaran kuasa kebijaksanaan. Semua yang ada adalah melalui Batara Guru dan Batara Gurulah kebijaksanaan itu.

Pribadi kedua adalah Debata Sori Sohaliapun, diyakini sebagai wujud kuasa kesucian dan kuasa kebenaran dan sekaligus sebagai hukum kesucian dan hukum kebenaran. Dalam keyakinan orang Batak Toba, konsep Debata Sori Sohaliapun dipertentangkan dengan kesalahan. Ide ini muncul dari keyakinan bahwa kesalahan dilihat sbagai dosa.

Pribadi ketiga adalah Debata Bala Bulan atau Mangala Bulan atau Bane Bulan yang diyakini sebagai sumber yang memancarkan kekuatan.

  1. Struktur dan Tata Masyarakat Batak

Masyarakat Batak, sistem kemasyarakatan terbentuk dalam beberapa marga. Pada prinsipnya pekawinan satu marga dilarang karena orang semarga itu dianggap saudara sekandung. Didalam kelompok masyarakat itu selalau dijumpai satu marga yang biasa disebut marga tanah. Didalam marga tanah berdiam ahli waris dan leluhur marga-marga bersangkutan. Dikalangan orang Batak, ada beberapa pengertian yang dipakai untuk menyatakan “kesatuan teritorial desa”, yaitu sebagai berikut :

  1. Huta    : kesatuan teritorial yang dihuni keluarga yang asalnya satu klen.
  2. Kuta    : terdiri atas penduduk yanag berasal atas beberapa klen yang berbeda.
  3. Lumban : wilayah yang dihuni oleh keluarga yang merupakan warga dari bagian klen.
  4. Sosor   : perkampungan baru yang biasanya kecil, didirikan karena kuta induk sudah terlampau penuh, baik untuk bertempat tinggal maupun untuk bercocok tanam.
    Adapun istilah bius, urung, pertumpukan, masing-masing diapakai orang Batak Toba, Batak Angkola, Batak Sipalingun, Batak Pakpak, dengan arti yang hampir sama yaitu wilayah dari sejumlah huta atau kuta yang tergabung menjadi satu. Mendirikan huta baru harus ada ijin dari huta induk dengan menjalankan upacara-upacara tertentu, antara lain:

  1. Pemberian sesajen seperti sajian bunti, terdiri atas sehelai kain Batak, beras, telur, kue-kue dari tepung beras, daun yang punya simbolis.
  2. Tanam pohon beringin.
  3. Pembacaan mantra.

        Struktur dan tata masyarakat Batak mengenal pula tata pemerintahan dalam kehidupan adat daerah, yang dikenal dengan huta. Kampung ini mempunyai kedaulatan bagi masyarakat Batak berkaitan dengan masalah hak milik, ada pemisahan yang jelas milik pribadi dan milik bersama. Segala sesuatu diselesaiakn oleh adat kecuali hal-hal yang tidak dapat dikuasai dapat diselesaikan di pengadilan negeri.

        Huta (kampung) melaksanakan musyawarah dengan kampong lain untuk mendirikan horja (persatuan kampong-kampung). Horja setelah bermusyawarahe lalu membentuk pengurus dengan raja yag disebut Parbaringin. Parbaringin mempunyai tugas memajukan huta-huta dan horja-horja.

  1. Rumah Adat Batak

        Rumah Batak disebut ruma atau jabu (dalam bahasa toba). Biasanya didirikan diatas tiang kayu yang banyak, berdinding miring, beratap ijuk. Letaknya memanjang kira-kira 10-20 meter dari timur ke barat. Pintunya ada pada satu sisi barat dan timur. Pada bagian puncaknya yang menjulang ke atas di sebelah barat dan timur di pasang tanduk kerbau atau arca muka manusia dan puncak yang melengkung membentuk setengah lingkaran. Pada bagian depan timur dan barat disebut ayo ada ornamentasi geometris dengan warna merah, putih, kuning, dan hitam. Pada sisi kanan dan kiri pada kedua mukanya rumah-rumah Batak memakai lukisan arca kepala.[12] 



  1. Adat Perkawinan Batak Toba

        Paham yang dihidupi oleh masyarakat Batak Toba bahwa perkawinan merupakan satu pilar yang menetukan orang Batak Toba sebagai manusia. Perkawinan sebagai sesuatu yang mutlak, orang Batak tidak akan merasa dirinya sebagai manusia Batak apabila ia tidak menikah atau kalau ia menikah, tetapi tidak berketurunan. Karena itu, keturunan dalam perkawinan sangat didambakan dalam hal itu menjadi tujuan utama dalam perkawinan.

        Perkawinan pada orang Batak tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan wanita, tetapi juga mengikat dalam suatu hubungan tertentu, kaum kerabat dari si laki-laki dengan kaum kerabat dari si perempuan. Perkawinan yang dianggap ideal dalam masyarakat Batak adalah perkawinan antara orang rimpal ialah antara seorang anak laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-lakin ibunya. Pantang kawin dengan anak perempuan dari saudara perempuan ayah. Pada zaman sekarang sudah banyak pemuda yang tidak lagi menuruti adat kuno ini.[13]

        Melamar (nungkuni) diambil oleh kaum kerabat laki-laki dengan mengirimkan delegasi resmi ke rumah si gadis. Apabila lamaran sudah diterima dengan baik, maka sebelum upacara dan pesta perkawinan, ada suatu perundingan kedua belah pihak yang disebut, ngembah manuk. Perundingan ini mengenai soal-soal sebagai berikut : (a) jumlah mas kawin (tuhor) berupa uang, harta perhiasan, (b) jumlah harta yang akan diterima oleh saudara laki-laki ibu si gadis (bere-bere), (c) jumlah harta yang akan diterima oleh saudara perempuan ibu si gadis. Setelah melamar diadakan pesta yang dihadiri oleh kaum kerabat penganten laki-laki, penganten wanita dan oleh penghuni kuta dimana pesta diadakan dan pada waktu itu mas kawin dan harta lain diserahkan kepada mereka yang menurut adat berhak menerimanya. Biasanya seekor kerbau atau beberapa ekor babi disembelih di bagian-bagian tertentu dari bintang tadi diserahkan kepada kerabat-kerabat tertentu (jambar)

        Sesudah pesta perkawinan, pada orang Batak diadakan upacara mukul padamalam harinya. Baru empat sampai tujuh hari kemudian, kedua penganten mengadakan kunjungan-kunjungan resmi pertama kepada ayah si isteri.[14]

  1. Perceraian

        Prosedur perceraian adalah, si suami membawa persoalan perceraian itu ke depan adat dan pemerintahan desa; mula-mula kepada penghulu, yang memutuskannya dan keputusan itu diteruskan pada raja-urung. Kemudian raja urung memanggil suami-istri itu, orangtua, saudara laki-laki, dan anak beru mereka dari kedua belah pihak. Setelah semuanya hadir, maka raja urung meminta agar pihak wanita mengembalikan mas kawin yang dulu diterimanya waktu perkawinan. Bila hal ini sudah selesai, maka raja-urung, meresmikan perceraian dengan memukul sepotong bambu (erkahkah bohan). Jika perceraian itu, karena kelalaian istei (mahilolong), maka pihaknya diwajibkan mengembalikan sejumlah dua kali lipat yang diterimanya waktu perkawinan dulu. Kalau kesalahan suami, maka semua kerugiannya dulu tidak usah dikembalikan.[15]

  1. Sistem Kepercayaan Tradisional
    Orang Batak percaya terhadap Mulajadi Na bolon, adalah pencipta langit dan bumi, air dan segala isinya, dan malaikat. Dialah sumber segala hidup darinya, dan keberkahan. Dalam mitologi Batak ditemukan adanya pohon kehidupan yang tingginya mulai dari dunia bawah hingga dunia atas. Pohon itu dianggap sebagai symbol dewata tertinggi Mulajadi Na bolon yang menyatukan segala kehidupan dan mewakili seluruh tata tertib kosmis.[16]












[1] Rizky R, Mengenal Seni dan Budaya Indonesia, (Jakarta:Cerdas Interaktif, 2013),  hlm. 7
[2] Rizky R, Mengenal Seni dan Budaya Indonesia,…hlm. 7-8
[4] Rizky R, Mengenal Seni dan Budaya Indonesia,… hlm. 8
[5]Rizky R, Mengenal Seni dan Budaya Indonesia,… hlm. 9-10
[6]Rizky R, Mengenal Seni dan Budaya Indonesia,hlm. 10
[8] Koentjoroningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 2007) , hlm. 101
[9]Heny Gustini Nuraeni dan Muhammad Alfan, Studi Budaya Indonesia, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 245
[10] Heny Gustini Nuraeni dan Muhammad Alfan, Studi Budaya Indonesia, …  hlm. 245-246
[11] Heny Gustini Nuraeni dan Muhammad Alfan, Studi Budaya Indonesia, …  hlm. 246-247
[12] Koentjoroningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,…  hlm. 99
[13] Koentjoroningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,… hlm. 103
[14] Koentjoroningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,… hlm. 103
[15] Koentjoroningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,… hlm. 106
[16] Heny Gustini Nuraeni dan Muhammad Alfan, Studi Budaya Indonesia, …  hlm. 256-257

0 komentar:

Posting Komentar