- Asal Mula Daerah SumateraAsal Mula Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.
- Kebudayaan dan Nilai-Nilai Sumatera Utara
Sumatera Utara
Hari jadi : 15 April 1948
Ibu kota : Medan
Kabupaten : 25
Kota : 8
Kecamatan : 325
Kel./Desa : 5. 456
Berikut ini ragam kebudayaan dan nilai-nilai Sumatera Utara :[1]
- SukuSuku yang mendominasi sumatra utara adalah suku Batak, seperti suku Silindung, Samosir, Humbang, dan Toba yang hidup dipegunungan serta suku melayu yang tinggal dipesisir timur. Selain suku tersebut masih ada beberapa suku lainnya seperti suku Nias, Pakpak, Karo, Simalungun, Angkola, Padang Lawas, Mandailing, Jawa, dan Tionghoa.
- Senjata tradisionalSenjata tradisional sumatra utara adalah pisau surit. Kata “piso” sendiri berarti pisau.
- Bahasa daerahSuku-suku di sumatra utara umumnya memiliki bahasa daerah masing-masing yang merupakan bahasa leluhur dan diturunkan dari generasi ke generasi. Ada bahasa Batak, Karo, Pakpak, Simalungun, Angkola, Padang Lawas, Mandailing, Nias, Melayu, dan Jawa.
- Pakaian adatPakaian kaum pria bagian atas disebut Ande-Hande, sedangkan bagian bawah disebut Singkot. Penutup kepala disebut Tali-Tali, Bulang-Bulang, atau Detar. Sementara kaum wanitanya memakai baju Haen yang dipakai hingga sebatas dada. Untuk menutup punggung digunakan Hoba-Hoba. Jika berupa selendang disebut Ampe-Ampe. Tutup kepalanya disebut Saong.
- Tarian daerahSeni tari tradisional sumatra Utara sangat beragam. Sebut saja tari Tor-Tor Nasiaran, Tor-Tor tunggal panalan, Morah-morah, Parakut, Sipajok, Patam-patam Sering, Kebangkiung, serta Serampang Dua Belas. Khusus untuk tari Serampang Dua Belas merupakan tarian hasil perpaduan gerak antara tarian portugis dan Melayu Serdang.[2]Tari Tor-tor dari Sumatra Utara, ditampilkan saat ada ritual panen, kematian, dan penyembuhan. Wujudnya mulai bertransformasi di wilayah perkotaan karena menjadi tontonan, tidak semua yang melihatnya ikut terlibat (Irsan Mulyadi/Fotokita.net)Kata "Tor-tor" berasal dari suara entakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak.Penari bergerak dengan iringan Gondang yang juga berirama mengentak. Tujuan tarian ini dulu untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, dan pesta muda-mudi. Dan tarian ini memiliki proses ritual yang harus dilalui.Pesan ritual itu ada tiga yang utama. Yakni takut dan taat pada Tuhan, sebelum tari dimulai harus ada musik persembahan pada Yang Maha Esa.Kemudian dilanjutkan pesan ritual untuk leluhur dan orang-orang masih hidup yang dihormati, terakhir, pesan untuk khalayak ramai yang hadir dalam upacara. Barulah dilanjutkan ke tema apa dalam upacara itu."Makna tarian ini ada tiga, selain untuk ritual juga untuk penyemangat jiwa. Seperti makanan untuk jiwa. Makna terakhir sebagai sarana untuk menghibur.[3]
- Alat musikAlat musik tradisional daerah Sumatra Utara sangat beraneka ragam. Beberapa diantaranya adalah Aramba, Doli-Doli, Druri Dana, Garantung ,dan Gondang. Gondang Sembilan ini biasa untuk mengiringi tari Tor-tor. Warga Mandailing biasanya menyebutnya Gordang Sembilan, sesuai dengan jumlah gendang yang ditabuh.[4]
Jumlah gendang ini merupakan yang terbanyak di wilayah
Suku Batak. Karena gendang di wilayah lainnya seperti Batak Pakpak hanya
delapan buah, Batak Simalungun tujuh buah, Toba enam buah, dan di Batak Karo
tingga tersisa dua buah gendang.
Menurut analisa Togarma, banyaknya jumlah
gendang ini ada hubungannya dengan pengaruh Islam di Mandailing. Di mana
besarnya gendang hampir sama dengan besar bedug yang ada di masjid. "Ada
kesejajaran dengan agama Islam.Bunyi gendangnya pun mirip seperti bedug.
Gendang ini
juga punya ciri khas lain yakni pelantun yang disebut Maronang onang. Si
pelantun ini biasanya dari kaum lelaki yang bersenandung syair tentang sejarah
seseorang, doa, dan berkat. "Senandungnya sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh komunitas peminta acara.
- Kesenian Daerah dan Adat IstiadatLompat batu merupakan tradisi dari Nias yang hingga kini masih terus berlangsung. Lompat batu merupakan tradisi yang sangat populer dimasyarakat Nias, Kabupaten Nias Selatan. Tradisi Lompat Batu adalah ritual budaya untuk menentukan apakah seorang pemuda di Desa Bawo Mataluo dapat diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum.
- Makanan dan Minuman KhasMakanan khas Sumatera Utara umumnya bercita rasa pedas dengan campuran santan. Makanan khas tersebut antara laindengke naniarsik, pelleng, dan terites. Terdapat juga berbagai macam roti dan kue, seperti bika ambon, bolu meranti, sara’bba, lemang, arsik, uyen, lapis legit, dan lain-lain. Sementara minuman khasnya adalah es kolak, angle, dan tuak.
- Tempat WisataTempat wisata yang menarik untuk dikunjungi di Sumatera Utara antara lain Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Batang Gadis, Danau Toba, Brastagi, Air Terjun Sipiso-piso, Tahura (Taman Hutan Raya Bukit Barisan), Istana Maimun, Masjid Raya Medan, Candi atau Situs Padang Lawas, Banteng Putri Hijau, Kuil Shri Mariamman, serta Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.
- Pahlawan NasionalBerikut ini adalah nama-nama pahlawan nasional dari Sumatera Utara, yaitu Raja Si Singamaraja XI, Jenderal Abdul Haris Nasution, Adam Malik, T.B. Simatupang dan lain-lain.[5]
- Lagu DaerahBeberapa lagu daerah yang populer dari Sumatera Utara adalah Piso Surit, Butet, Dago Inang Sarge, Mariam Tomong, Sengko-Sengko, Sinanggar Tulo, Sing Sing So, dan O Tano Batak.[6]
- Seni KerajinanKerajinan suku bangsa Batak yang terkenal adalah kain ulos. Peranan ulos bagi masyarakat Batak sejak lahir hingga meninggal sangat tinggi. Macam-macam ulos dan fungsinya dalam suatu acara, meliputi:
- ulos lobu-lobu adalah ulos yang diberikan ayah kepada putra dan menantu saat pernikahan.
- ulos hela adalah ulos yang diberikan orang tua pengantin perempuan;
- ulos tondi adalah ulos yang diberikan orang tua kepada putrinya saat hamil tua;
- ulos tujung adalah ulos yang diberikan kepada janda atau duda.
- ulos saput adalah ulos penutup jenazah yang diberikan paman almarhum jika yang meninggal laki-laki.[7]
13. Mata Pencaharian
Mata pencaharian bangsa Batak adalah bercocok tanam
padi dengan irigasi, tetapi masih banyak juga, terutama diantara orang Karo
bercocok tanam di ladang.[8]
- Bandar Udara : Polonia, Aek Godang, Sibisa, Binaka
- Pelabuhan Laut : Pangkalan Susu, Belawan, kuala Tanjung
- Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara, Universitas Negeri Medan, IAIN Sumatera Utara, STAIN Padang Sidempuan
- Pertambangan : Gas Alam, minyak bumi, alumunium
- Suku Batak
Secara
historis, asal usul orang Batak Toba dapat diusut kembali sampai pada serentetan perpindahan dari
sekitar daratan Cina selatan, Yunnan, dan Vietnam Utama pada suatu masa selama
abad kedelapan dan ketujuh sebelum Kristus. Orang-orang Batak pertama diyakini
mendiami daerah sekitar Danau Toba. Kemungkinan besar mereka adalah orang yang
hidup berpindah-pindah tempat.[9]
Pada abad ke
-16 M, kebudayaan Batak dipengaruhi oleh peradaban Hindu-Budha yang dianut oleh
orang-orang yang hidup disekitar bagian selatan dan pesisir Sumatera Utara.
Bidang-bidang peradaban Hindu-Budha, yang berkembang dalam budaya Batak Toba
meliputi sistem pengolahan sawah, kuda,
bajak, gaya kediaman sampai peleburan banyak peristilahan asing kedalam konsep
kosmologis-agamaniah.[10]
Secara mitologis, orang Batak percaya bahwa
mereka berasal dari Debata Mulajadi Na
Bolonyang diturunkan dari Gunung Pusuk Buhit. Dalam perkembangan
selanjutnya, merekaa bertempat tinggal disatu kampong yang disebut Siannjur Mula-Mula, tempat terjadinya
penciptaan awal.
- Filsafat Batak di Sumatera Utara[11]
Sebagai dasar
hidup bermasyarakat, falsafah hidup orang Batak Toba, yaitu Dalihan Na Tolu seolah-olah memutlakkan
status perkawinan sebagai satu-satunya status dan tidak memberikan kemungkinan
lain untuk menghidupi bentuk status lain.
Dalihan Na Tolu sebagai Weltanschaung adalah falsafah Batak Toba
yang mendasari hidup masyarakatnya dan meresapi nilai-nilai perkawinan yang
termuat disalamnya.
- Dalihan Na Tolu (DNT) sebagai falsafah hidupSecara harfiah, DNT dapat diterjemahkan sebagai Tungku Nan Tiga, yang biasa dipakai sebagai dasar untuk bejana memasak. Ketiga tunggu itu disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tertentu diantara ketiganya supaya terjadi keseimbangan bagi bejana yang ditompangnya. Secara analogis, orang Batak menyamakan dirinya sebagai bejana memasak dan DNT adalah tungku penompangnya. Dengan adanya tungku penompang hiharapkan akan terjadi keseimbangan dalam struktur masyarakat.DNT sebagai falsafah hidup dipahami sebagai dasar dan tali pengikat hubungan kekeluargaan diantara tiga kelompok fungsional yang terdapat pada kalangan orang Batak Toba, yaitu dongan sabutuha stau dongan tubu (teman semarga), hula-hula (keluarga pihak istri atau menantu perempuan) dan boru (keluarga pihak menantu laki-laki atau suami dari adik perempuan).
- Tritunggal Mulajadi Na BolonSebelum ada DNT sebagai konsep filosofis, suku Batak telah percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan nama Debata Mulajadi Na Bolon adalah Debata yang tidak bermula dan Dialah “Allah” yang Maha Besar dan Maha Mutlak. Dialah asal segala-segalanya.
Dialah Dewata
tertinggi yang dipercayai oleh orang Batak, “Allah” yang diyakini oleh orang
Batak Toba direpresentasikan dalam paham trinitas DNT. “Allah” tersebut
memiliki pribadi menurut fungsinya yang bersatu dalam nama Mulajadi Na Bolon.
Pribadi pertama
adalah Debata Batara Guru, yang
diyakini sebagai sumber segala kebijaksanaan dan misteri. Dalam diri Batara Guru “Allah”merepresentasikan
pancaran kuasa kebijaksanaan. Semua yang ada adalah melalui Batara Guru dan
Batara Gurulah kebijaksanaan itu.
Pribadi kedua
adalah Debata Sori Sohaliapun,
diyakini sebagai wujud kuasa kesucian dan kuasa kebenaran dan sekaligus sebagai
hukum kesucian dan hukum kebenaran. Dalam keyakinan orang Batak Toba, konsep Debata Sori Sohaliapun dipertentangkan
dengan kesalahan. Ide ini muncul dari keyakinan bahwa kesalahan dilihat sbagai
dosa.
Pribadi ketiga
adalah Debata Bala Bulan atau Mangala Bulan atau Bane Bulan yang diyakini sebagai sumber yang memancarkan kekuatan.
- Struktur dan Tata Masyarakat Batak
Masyarakat
Batak, sistem kemasyarakatan terbentuk dalam beberapa marga. Pada prinsipnya
pekawinan satu marga dilarang karena orang semarga itu dianggap saudara
sekandung. Didalam kelompok masyarakat itu selalau dijumpai satu marga yang
biasa disebut marga tanah. Didalam marga tanah berdiam ahli waris dan leluhur
marga-marga bersangkutan. Dikalangan orang Batak, ada beberapa pengertian yang
dipakai untuk menyatakan “kesatuan teritorial desa”, yaitu sebagai berikut :
- Huta : kesatuan teritorial yang dihuni keluarga yang asalnya satu klen.
- Kuta : terdiri atas penduduk yanag berasal atas beberapa klen yang berbeda.
- Lumban : wilayah yang dihuni oleh keluarga yang merupakan warga dari bagian klen.
- Sosor : perkampungan baru yang biasanya kecil, didirikan karena kuta induk sudah terlampau penuh, baik untuk bertempat tinggal maupun untuk bercocok tanam.Adapun istilah bius, urung, pertumpukan, masing-masing diapakai orang Batak Toba, Batak Angkola, Batak Sipalingun, Batak Pakpak, dengan arti yang hampir sama yaitu wilayah dari sejumlah huta atau kuta yang tergabung menjadi satu. Mendirikan huta baru harus ada ijin dari huta induk dengan menjalankan upacara-upacara tertentu, antara lain:
- Pemberian sesajen seperti sajian bunti, terdiri atas sehelai kain Batak, beras, telur, kue-kue dari tepung beras, daun yang punya simbolis.
- Tanam pohon beringin.
- Pembacaan mantra.
Struktur dan tata masyarakat Batak
mengenal pula tata pemerintahan dalam kehidupan adat daerah, yang dikenal
dengan huta. Kampung ini mempunyai kedaulatan bagi masyarakat Batak berkaitan
dengan masalah hak milik, ada pemisahan yang jelas milik pribadi dan milik
bersama. Segala sesuatu diselesaiakn oleh adat kecuali hal-hal yang tidak dapat
dikuasai dapat diselesaikan di pengadilan negeri.
Huta
(kampung) melaksanakan musyawarah dengan kampong lain untuk mendirikan horja (persatuan kampong-kampung). Horja setelah bermusyawarahe lalu
membentuk pengurus dengan raja yag disebut Parbaringin.
Parbaringin mempunyai tugas memajukan huta-huta
dan horja-horja.
- Rumah Adat Batak
Rumah Batak disebut ruma atau jabu (dalam bahasa toba). Biasanya didirikan diatas tiang kayu yang banyak,
berdinding miring, beratap ijuk. Letaknya memanjang kira-kira 10-20 meter dari
timur ke barat. Pintunya ada pada satu sisi barat dan timur. Pada bagian
puncaknya yang menjulang ke atas di sebelah barat dan timur di pasang tanduk
kerbau atau arca muka manusia dan puncak yang melengkung membentuk setengah
lingkaran. Pada bagian depan timur dan barat disebut ayo ada ornamentasi geometris dengan warna
merah, putih, kuning, dan hitam. Pada sisi kanan dan kiri pada kedua mukanya
rumah-rumah Batak memakai lukisan arca kepala.[12]
- Adat Perkawinan Batak Toba
Paham yang dihidupi oleh masyarakat
Batak Toba bahwa perkawinan merupakan satu pilar yang menetukan orang Batak
Toba sebagai manusia. Perkawinan sebagai sesuatu yang mutlak, orang Batak tidak
akan merasa dirinya sebagai manusia Batak apabila ia tidak menikah atau kalau
ia menikah, tetapi tidak berketurunan. Karena itu, keturunan dalam perkawinan
sangat didambakan dalam hal itu menjadi tujuan utama dalam perkawinan.
Perkawinan pada orang Batak tidak hanya
mengikat seorang laki-laki dan wanita, tetapi juga mengikat dalam suatu
hubungan tertentu, kaum kerabat dari si laki-laki dengan kaum kerabat dari si
perempuan. Perkawinan yang dianggap ideal dalam masyarakat Batak adalah
perkawinan antara orang rimpal ialah antara seorang anak laki-laki
dengan anak perempuan saudara laki-lakin ibunya. Pantang kawin dengan anak
perempuan dari saudara perempuan ayah. Pada zaman sekarang sudah banyak pemuda
yang tidak lagi menuruti adat kuno ini.[13]
Melamar (nungkuni)
diambil oleh kaum kerabat laki-laki dengan mengirimkan delegasi resmi ke rumah
si gadis. Apabila lamaran sudah diterima dengan baik, maka sebelum upacara dan
pesta perkawinan, ada suatu perundingan kedua belah pihak yang disebut, ngembah
manuk. Perundingan ini mengenai soal-soal sebagai berikut : (a) jumlah mas
kawin (tuhor) berupa uang, harta perhiasan, (b) jumlah harta yang
akan diterima oleh saudara laki-laki ibu si gadis (bere-bere), (c)
jumlah harta yang akan diterima oleh saudara perempuan ibu si gadis. Setelah
melamar diadakan pesta yang dihadiri oleh kaum kerabat penganten laki-laki,
penganten wanita dan oleh penghuni kuta dimana pesta diadakan dan pada
waktu itu mas kawin dan harta lain diserahkan kepada mereka yang menurut adat
berhak menerimanya. Biasanya seekor kerbau atau beberapa ekor babi disembelih
di bagian-bagian tertentu dari bintang tadi diserahkan kepada kerabat-kerabat
tertentu (jambar)
Sesudah pesta
perkawinan, pada orang Batak diadakan upacara mukul padamalam harinya.
Baru empat sampai tujuh hari kemudian, kedua penganten mengadakan
kunjungan-kunjungan resmi pertama kepada ayah si isteri.[14]
- Perceraian
Prosedur perceraian adalah, si suami
membawa persoalan perceraian itu ke depan adat dan pemerintahan desa; mula-mula
kepada penghulu, yang memutuskannya dan keputusan itu diteruskan pada raja-urung.
Kemudian raja urung memanggil suami-istri itu, orangtua, saudara laki-laki, dan
anak beru mereka dari kedua belah pihak. Setelah semuanya hadir, maka
raja urung meminta agar pihak wanita mengembalikan mas kawin yang dulu
diterimanya waktu perkawinan. Bila hal ini sudah selesai, maka raja-urung,
meresmikan perceraian dengan memukul sepotong bambu (erkahkah bohan).
Jika perceraian itu, karena kelalaian istei (mahilolong), maka pihaknya
diwajibkan mengembalikan sejumlah dua kali lipat yang diterimanya waktu
perkawinan dulu. Kalau kesalahan suami, maka semua kerugiannya dulu tidak usah
dikembalikan.[15]
- Sistem Kepercayaan TradisionalOrang Batak percaya terhadap Mulajadi Na bolon, adalah pencipta langit dan bumi, air dan segala isinya, dan malaikat. Dialah sumber segala hidup darinya, dan keberkahan. Dalam mitologi Batak ditemukan adanya pohon kehidupan yang tingginya mulai dari dunia bawah hingga dunia atas. Pohon itu dianggap sebagai symbol dewata tertinggi Mulajadi Na bolon yang menyatukan segala kehidupan dan mewakili seluruh tata tertib kosmis.[16]
[3]http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/06/mengupas-sejarah-dan-makna-tari-tor-tor diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 Pukul. 12.46 WIB
[7]http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/suku-batak-kebudayaan-sistem-kepercayaan-bangsa.html diakses pada tanggal 12 Oktober Pukul 12.01 WIB
[9]Heny Gustini Nuraeni dan Muhammad Alfan, Studi Budaya Indonesia,
(Bandung : CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 245
0 komentar:
Posting Komentar