Kebudayaan Toraja

Minggu, 17 Januari 2016


  1. Asal-usul Tana’ Toraja
    Konon, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat Toraja yang pertama menggunakan “tangga dari langit” untuk turun dari nirwana, yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang Maha Kuasa). Konon manusia yang turun ke bumi, telah dibekali dengan aturan keagamaan yang disebut aluk. Aluk merupakan aturan keagamaan yang menjadi sumber dari budaya dan pandangan hidup leluhur suku Toraja yang mengandung nilai-nilai religius yang mengarahkan pola-pola tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja untuk mengabdi kepada Puang Matua.
    Walaupun sampai saat ini belum ada ahli yang bisa memastikan asal-usul nenek moyang orang Toraja, tapi banyak pihak memperkirakan bahwa nenek moyang orang Toraja berasal dari Indo-Cina. Denga menggunakan berbagai macam perahu, kira-kira 2.500 – 1.500 Sebelum Masehi, sewaktu sebagian pesisir Pulau Sulawesi terendam lautan, mereka datang ke pulau yang bentuknya seperti huruf K.
    Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu. Orang Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebuatn To Riaja yang mengandung arti “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.
  2. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
         Pada masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam peralatan hidup dan teknologi yang digunakan, seperti:

  1. Alat Dapur

  • La’ka sebagai alat belanga
  • Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu
  • Karakayu yaitu alat pembagi nasi
  • Dulang yaitu cangkir dari tempurung
  • Sona yaitu piring anyaman

  1. Alat Perang/ Senjata Kuno

  • Doke atau tombak untuk alat perang dan berburu
  • Penai yaitu parang
  • Bolulong yaitu perisai
  • Sumpi atau sumpit[1]

  1. Sistem Mata Pencaharian
    Mata pencaharian Tana Toraja disebut Unduka Katuan, yang bergerak disektor pertanian. Mata pencaharian hidup penduduk toraja pada umumnya sebagai petani. Teknik bercocok tanam masih bersifat sederhana berdasarkan cara-cara intensif dengan tenaga manusia. Selain sebagai petani masyarakata Toraja juga bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak. Dalam sektor peternakan jenis hewan seperti kerbau dan babi yang sering dijadikan sebagai hewan yang di gunakan pada saat upacara adat. Sedangkan kerajinan, menghasilkan kerajinan ukiran pada kayu dan bambu anyaman dari bambu dan daun lontar, tenun, pandai besi, dan lain-lain.[2]
  2. Sistem Kemasyarakatan dan Organisasi Sosial

  1. Keluarga
    Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara  persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu ke empat dan seterusnya) adalah praktek yang umum  untuk memperkuat hubungan kekerabatan. Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling tolong menolong dalam pertanian, berbagai dalam ritual kebau, dan saling membayarkan hutang.
  2. Kelas sosial
    Dalam masyarakat toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial : bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1990 oleh pemerintah Hindia Belanada). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tinggi, ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.
    Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan  biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan stastus keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan.
    Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki. Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang budak menjadi budak karena terjerat hutang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak boleh memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual denga perempuan merdeka. Hukum bagi pelanggar tersebut yaitu hukuman mati.
    Salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan yang dianut oleh orang bugis adalah tundang sipulung (Tundang= Duduk, Sipulung= Berkumpul atau dapat diterjemahkan sebagai suatu musyawarah besar). Musyawarah ini biasanya dihadiri oleh para Pollontara (ahli mengenai buku lontara) dan tokoh-tokoh masyarakat adat untuk membahas tentang kegiatan bercocok tanam, mulai dari turun ke sawah, membajak, sampai waktunya tiba panen raya. Ketika tanah dan padi masih menjadi sumber kehidupan yang mesti dihormati dan diagungkan.[3]

  1. Sistem Bahasa
    Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Masyarakat Toraja banyak yang menggunakan bahasa Sa’dan yaitu bahasa asli orang Toraja. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja. 
    Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-Sa'dan. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.
  2. Kesenian

  1. Rumah Adat
    Tongkonan adalah rumah adat dengan ciri rumah panggung dari kayu dimana kolong di bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau. Atapnya rumah tongkonan dilapisi ijuk hitam dan bentuknya melengkung persis seperti perahu telungkup dengan buritan. Ada juga yang mengatakan bentuknya seperti tanduk kerbau.
    Semua rumah tongkonan yang berdiri berjejer akan mengarah ke utara. Arah tongkonan yang menghadap ke utara serta ujung atap yang runcing ke atas melambangkan leluhur mereka yang berasal dari utara. Ketika nanti meninggal mereka akan berkumpul bersama arwah leluhurnya di utara.
    Tongkonan berasal dari kata tongkon yang bermakna menduduki atau tempat duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi tempat berkumpulnya bangsawan Toraja yang duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi. Rumah adat ini mempunyai fungsi sosial dan budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat. Awalnya merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan adat, sekaligus perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja. Tongkonan dibagi ke dalam tiga macam berdasarkan kelas sosial, yaitu:

  1. Tongkonan layuk

           Tongkonan ini dibangun untuk orang berkuasa dan sebagai pusat pemerintahan. Ciri-ciri tongkonan ini adalah ukiran seperti hewan dan tumbuhan di dinding rumah. Selain itu ada pula hiasan kepala kerbau dan deretan tanduk kerbau. Kepala dan tanduk kerbau adalah penanda kemakmuran serta hidup berkelimpahan.





  1. Tongkonan Pekamberan.

           Ini tongkonan bagi keluarga yang dipandang hebat dalam adat. Ciri tongkonan ini sama dengan tongkonan layuk.

  1. Tongkonan Batu.

           Jenis ketiga ini adalah rumah bagi keluarga biasa. Tongkonan ini disebut banua oleh masyarakat setempat. Selain minim ukiran, banua juga tidak punya hiasan sehingga lebih mirip pondok bambu.[4]

  1. Pakaian Adat Toraja
    Baju adat Toraja disebut baju Pokko’ untuk wanita dan Seppa talung buku untuk laki-laki. Baju Pokko berupa baju dengan lengan yang pendek. Sedangkan Seppa talung buku berupa celana yang panjangnya sampai di lutut. Pakaian ini masih dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa’, gayang, dsb.
  2. Seni Tari

  1. Tari Ma'badong
         Ma’badong merupakan salah satu tarian upacara asal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Tarian Ma'badong ini diadakan pada upacara kematian yang dilakukan secara berkelompok. Para penari (pa'badong) membentuk lingkaran dan saling berpegangan tangan dan umumnya mereka berpakaian hitam-hitam.
  2. Tari Pa’gellu
         Merupakan salah satu tarian tradisional dari Tana Toraja yang dipentaskan pada acara pesta “Rambu Tuka”. Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan.

  1. Seni Musik

  1. Passuling

Passuling ini dimainkan oleh laki-laki untuk mengiringi lantunan lagu duka (Pa'marakka) dalam menyambut keluarga atau kerabat yang menyatakan dukacitanya. Passuling ini dapat juga dimainkan di luar acara kedukaan, bahkan boleh dimainkan untuk menghibur diri dalam keluarga di pedesaan sambil menunggu padi menguning.

  1. Pa'pelle'/ pa'barrung

Pa'barrung ini merupakan musik khusus pada upacara pentahbisan rumah adat (Tongkonan) seperti Ma'bua', Merok, Mangara dan sejenisnya.

  1. Pa'pombang/ pa'bas
    Inilah musik bambu yang pagelarannya merupakan satu simponi orkestra. Dimainkan oleh banyak orang biasanya murid-murid sekolah di bawah pimpinan seorang dirigen. Musik bambu jenis ini sering diperlombakan pada perayaan bersejarah seperti hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, Peringatan Hari Jadi tana Toraja. Lagu yang dimainkan bisa lagu-lagu nasional, lagu-lagu daerah Tana Toraja, lagu-lagu gerejawi, dan lagu-lagu daerah di seluruh Indonesia.
  2. Pa'karobbi
    Alat kecil dengan benang halus diletakkan pada bibir. Benang atau bibir disentak-sentak sehingga menimbulkan bunyi yang berirama halus namun mengasyikkan.
  3. Pa'tulali'
    Bambu kecil yang halus, dimainkan sehingga menimbulkan bunyi/ suara yang lumayan untuk menjadi hiburan.
  4. Pa'geso'geso'
    Sejenis alat musik gesek. Terbuat dari kayu dan tempurung kelapa yang diberi dawai. Dawai yang digesek dengan alat khusus yang terbuat dari bilah bambu dan tali akan menimbulkan suara khas. Alat ini mengeluarkan nada sesuai dengan tekanan jari si pemain pada dawai. Pa'geso'-geso' terkenal dari Kecamatan Saluputti.

  1. Sistem Pengetahuan
         Di Tana Toraja terdapat beberapa kesenian yang dapat memberikan suatu pengetahuan secara tak langsung tentang adat dan istiadat serta pengetahuan tentang sejarah Tana Toraja. Diantaranya kesenian upacara Rambu Tuka’. Upacara syukuran atau Rambu Tuka’ antara lain adalah upacara perkawinan, maupun selamatan rumah (membangun rumah, merenovasi atau memasuki rumah baru). Upacara selamata rumah disebut juga upacara pentahbihan rumah. Upacara seperti ini harus dilaksanakan pagi hari dan diharapkan selesai sore hari. Pemotongan hewan kurban juga dilakukan, namun jumlahnya tidak sebanyak saat upacara kematian. Itu juga yang menyebabkan banyak anggapan bahwa upacara kematian di Tana Toraja memang lebih meriah dibandingkan upacara lainnya.
  2. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan

Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya. Mayoritas penduduk Toraja memeluk agama Krtisten selebihnya merupakan pemeluk agama Katholik, Islam, dan Alukta.

Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.

Upacara keagamaan di Toraja antara lain:

1.      Upacara Pernikahan Adat Toraja

Rambu Tuka atau Rampanan Kapa adalah pesta pernikahan adat Tana Toraja, kampung halamannya, yang sama uniknya dengan kesenian-kesenian lain dari daerah itu yang sudah lebih dikenal orang semacam Rambu Solo, kuburan batu, dan tongkonan. Disebut unik, karena beberapa hal tentang pesta pernikahan itu hanya ada di sana dan tak dijumpai di tempat lain. Keunikan tersebut adalah pasangan pengantin di Tana Toraja disyahkan tidak oleh pemuka agama seperti di kebanyakan daerah, tapi oleh ketua adat atau Ada’ yang sangat dihormati di sana. Perkawinan di Tana Toraja adalah adanya persetujuan yang disyahkan dengan suatu perjanjian dihadapan pemerintah adat dan seluruh keluarga. Mengikuti perjanjian ini, ada peraturan dan hukum-hukum sebagai sangsi dalam perkawinan. Namun di jaman sekarang, banyak pasangan yang mengkombinasikan keduanya. Tetap melaksanakan pesta pernikahan secara adat setelah mengikuti pemberkatan pernikahan di gereja.

2.      Upacara Pemakaman

Upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah. 

Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya, sebuah makam.

Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum. 

Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.[5]










[1]file://G:/BAHAN%20TORAJA/gusna.blogspot.com_%20Budaya%20Masyarakat%20Tana%20Toraja.html
[2]http://muhammad-lit45.blogspot.co.id/2010/07/kebudayaan-tana-toraja.html
[3]http://yessy-si.blogspot.co.id/2013/01/kebudayaan-suku-toraja.html
[4]file:///G:/BAHAN%20TORAJA/YESSY%20OKTAVYANTHI_%20KEBUDAYAAN%20SUKU%20TORAJA.html
[5]file:///G:/BAHAN%20TORAJA/Lovember_%20Kebudayaa%20Suku%20Toraja.html

0 komentar:

Posting Komentar