Kebudayaan Bangka Belitung

Selasa, 19 Januari 2016

  1. Selayang Pandang Bangka Belitung
    Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil seperti P. Lepar, P. Pongok, P. Mendanau dan P. selat nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau sumatera, dekat dengan Provinsi sumatera selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antar etnis. ibu kota provinsi ini ialah Pangkalpinang. [1]

  2. Wujud Kebudayaan Bangka Belitung
        1. Suku Bangsa
          Suku Melayu, yang merupakan penduduk asli pulau Bangka Belitung. Komunitas Melayu Belitung yang tinggal di kampung-kampung yang jauh dari pusat kota disebut Urang Darat. Di laut dan pesisir Pulau Belitung juga terdapat penduduk asli yang disebut Urang Laut dan Urang Juru.
          Orang Laut Belitung dikenal dengan nama Suku Sekak atau Suku Sawang, yang hidup nomaden di sepanjang perairan Bangka Belitung. Mereka diperkirakan berasal dari Riau/Lingga, sedangkan Urang Juru yang jumlahnya lebih kecil, diduga berasal dari Kepulauan Sulu/Mindanao. Urang Juru lebih  pandai bergaul dan sudah membaur dengan orang Melayu sehingga istilah Urang Juru kurang dikenal di masa kini. Di samping itu terdapat etnis Tionghoa yang pada umumnya merupakan keturunan imigran-imigran Cina yang masuk ke Bangka Belitung pada masa Kolonial Belanda.
          Keragaman suku bangsa di Belitung juga dibentuk oleh kedatangan Suku Jawa, Bugis, Madura, Bawean, Buton, Ambon, Batak, Bali, dan berbgai suku lainnya pada masa-masa kemudian.
          Pada mulanya Pulau Bangka dan Pulau Belitung ditempati oleh orang-orang suku laut. Orang-orang suku laut tersebut biasanya berasal dari berbagai pulau. Orang laut dari Belitung berhijrah ke pantai-pantai Malaka, sedangkan orang-orang yang berasimilasi berlayar ke Tanah semenanjung dan pulau-pulau Riau. Hingga akhirnya kembali lagi ke Pulau Bangka dan Belitung.
          Tidak hanya itu, orang-orang laut dari Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan juga berdatangan.Setelah itu dikenal juga keberadaan Suku Bugis. Suku Bugis ini kebanyakan menempati Belitung, Bangka, dan Riau. Kemudian juga datang orang-orang Melayu dari Johor dan Siantan. Lalu ada juga orang-orang campuran Melayu-Cina dan juga yang asli Cina. Selain suku-suku tersebut, berdatangan pula orang-orang Minagkabau, Jawa, Banjar, Kepulauan Bawean, Aceh, dan beberapa suku lainnya.
          Seiring berjalannya waktu, terjadi juga proses akulturasi dan asimilasi. Beragam suku bangsa tersebut berbaur menjadi satu melalui proses budaya. Lalu terbentuklah generasi baru yang kini dikenal dengan sebutan orang/suku Melayu Bangka Belitung.[2]

        2. Pakaian Adat dan Rumah Adat
              1. Rumah Adat
                Secara umum arsitektur rumah adat di Kepulauan Bangka Belitung berciri arsitektur Melayu seperti yang ditemukan di daerah-daerah sepanjang pesisir Sumatera dan Malaka. Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu arsitektur Melayu Awal, Melayu Bubung Panjang dan Melayu Bubung Limas. Sesuai dengan namanya Rumah panggung limas berbentuk panggung dan atapnya berbentuk limas.[3]
              2. Pakaian Adat
Pakaian tradisional kepulauan Bangka Belitung yaitu kain cual dan baju seting. Kain cual  hampir serupa dengan songket Palembang, hanya saja kain cual memiliki kekhasan motif tersendiri. Kain cual memiliki kekhasan warna melayu yang lebih cerah dan dan bermotif motif flora dan fauna. Motif kain cual yang telah resmi dipatenkan oleh pemerintah yakni Kembang Kenanga, Bebek dan K. Sumping, Ubur-ubur, Merak, Gajah Mada 2003, K.Setangkai dan K. Rukem, Bebek Setaman, K. Rukem dan K. Setaman. Dalam pemakaiannya, kain cual biasa disandingkan dengan baju khas Bangka lainnya yaitu baju seting. Baju seting sendiri adalah baju (atasan) khas Bangka berupa baju kurung merah yang terbuat dari bahan sutera atau beludru. Baju ini berhiaskan ukiran-ukiran kuningan atau manic-manik juga sulaman benang emas. Pakaian ini biasanya digunakan oleh pasangan pengantin dalam upacara pernikahan adat Bangka Belitung. Untuk pengantin perempuan pemakaian baju ini biasanya dilengkapi dengan mahkota (paksian) dan pengantian laki-lakinya menggunakan sorban(sungkon).[4]
Selain mengandung nilai historis tersendiri, pakaian adat ini juga memiliki nilai filosofis. Susunan motif pada kain cual tidak hanya menggambarkan estetika dari proses menenun yang rumit dan komplesksitas dari bahan-bahan yang menyusunnya. Setiap motif dari tenunan kain cual memiliki arti dan filosofinya tersendiri. Contohnya seperti motif bunga melambangkan kesucian, keanggunan rezeki dan segala kebaikan, motif bebek melambangkan persatuan dan kesatuan. Sedangkan, motif naga melambangkan keperkasaan. Pemilihan motif untuk tenunan kain cual adalah flora atau fauna yang merupakan kekayaan alam. Hal ini juga menyiratkan makna akan kebesaran pencipta alam semesta agar manusia lebih banyak bersyukur. Perpaduan antara kain cual dan baju seting yang dikenal menjadi baju adat Bangka memperlihatkan pengaruh dari kebudayaan Arab (Islam) yang kuat sehingga aspek kesopanan dan kesantunan dalam pakaian adat ini lebih diutamakan. Ini dikarenakan ajaran islam mengajarkan hukum aurat bagi perempuan dan laki-laki.[5]
        1. Bahasa
          Bahasa ibu (lingua franca) yang digunakan di Belitung adalah Bahasa Melayu Belitong, dengan dialek/aksen yang berbeda antara Urang Darat dan Melayu pesisir. Bahasa Belitong yang lebih tua (diduga) adalah bahasa yang dipergunakan dalam Pertunjukan Dul Mulok. Teater tradisional ini kini hanya terdapat di Desa Kembiri, Kecamatan Membalong.
          Suku Sawang memiliki bahasanya sendiri, yang hanya dipergunakan dalam komunitas Suku Sawang. Demikian pula etnis Tionghoa dan suku-suku lainnya, yang mengunakan bahasa mereka dalam kalangan terbatas.
          Dalam keseharian, Bahasa Melayu Belitong tetap merupakan penghubung dan penjalin harmoni antar suku bangsa di Belitung. Beragamnya suku yang mendiami Bangka Belitung juga membuat kepulauan ini kaya akan beragam bahasa. Namun bahasa dominan yang digunakan para penduduk adalah Bahasa Melayu. Bahasa Melayu ini merupakan bahasa daerah Bangka Belitung. Selain Bahasa Melayu, bahasa lain seperti bahasa Mandarin dan bahasa Jawa juga menjadi bahasa yang sering digunakan masyarakat.[6]

        2. Kesenian Tradisional
          Kesenian Tradisional Belitung meliputi antara lain seni musik, seni tari, sastra tutur, dan teater rakyat.
  1. Betiong
    Merupakan musik tradisional yang menampilkan atraksi saling berbalas pantun dari para pemainnya, dengan alat musik berupa 4 buah gendang, tawak-tawak dan piul (biola). Ciri khas Betiong terletak pada pantunnya yang bersifat spontan dengan berbagai makna, mulai dari percintaan hingga sindiran untuk tuan rumah. Jika salah satu pemain tidak dapat membalas pantun dari lawan mainnya, maka pemain tersebut dinyatakan kalah.[7]
  2. Begambus
    Begambus biasanya ditampilkan dalam berbagai acara kesenian rakyat dan selamatan di Belitung. Kesenian ini sangat bernuansa Islami, di mana syair-syair berisi petuah dinyanyikan seiring alunan dambus. Dambus adalah alat musik tradisional sejenis gitar, yang dapat dimainkan sendiri maupun dipadukan dengan alat musik lain seperti gendang dan tawak-tawak. Dambus yang dimainkan tanpa disertai alat musik lain disebut Dambus Inang-inang, biasanya melantunkan syair-syair kesedihan.[8]
    Alat musik tradisional dambus mengandung nilai-nilai tertentu, antara lain:
  1. Nilai seni tampak jelas dari keberadaan dambus sendiri sebagai alat musik dijadikan sebagai media hiburan dan pengiring upacara adat serta bentuk dambus yang indah. Selain itu, ornamen kepala kijang pada dambus juga mencerminkan nilai seni dikarenakan kijang merupakan binatang yang dianggap jinak dan indah hingga dijadikan simbol kota Pangkal Pinang.
  2. Nilai kebersamaan tampak dari kebersamaan masyarakat ketika mengikuti upacara adat sambil diiringi musik dambus. Alunan dambus menjadikan masyarakat khusyuk mengikuti upacara dan ketika mendengarkan mantera-mantera yang dinyanyikan. Apalagi ketika masyarakat bersama-sama membaca doa di mana suasana menjadi terasa syahdu. Kebersamaan ini menjadikan dambus tidak hanya dijadikan sebagai alat musik semata, melainkan juga sebagai media pemersatu masyarakat.
  3. Nilai sakral. Nilai ini terlihat dari fungsi dambus sebagai salah satu alat musik yang digunakan untuk mengiringi upacara adat dalam membaca doa-doa sakral.[9]
  1. Stambul Fajar
    Stambul Fajar adalah sejenis musik keroncong berirama stambul dengan pengaruh budaya Islam yang kental. Biasanya dimainkan pada malam hari hingga terbit fajar menjelang acara perayaan pernikahan. Alat musik yang digunakan adalah gitar, biola, dan uku lele. Musik Stambul Fajar masih terdapat di Desa Suak Gual, Kecamatan Selat Nasik.[10]
  2. Begubang
    Begubang adalah kesenian Melayu Belitong yang umumnya ditampilkan dalam suatu upacara atau syukuran dengan 2 atau 3 orang lelaki melantunkan pantun nasehat yang saling berkaitan satu sama lain. Sementara penari-penari perempuan dengan menggunakan sebuah selendang menari-nari di depan hadirin. Dengan selendangnya, penari mengajak penonton untuk ikut menari dan tarian dinyatakan usai saat si lawan penari memasukkan uang logam (gubang) ke dalam bukor yang tersedia. Begubang biasanya diiringi dengan musik Betiong, sehingga disebut Betiong Begubang.[11]
  3. Tari Campak Bunga
    Tari Campak merupakan tarian dari daerah Bangka-Belitung yang menggambarkan keceriaan bujang dan dayang di Kepulauan Bangka Belitung. Tarian ini biasanya dibawakan setelah panen padi atau sepulang dari ume (kebun). Tari ini digunakan juga sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan seperti penyambutan tamu atau pada pesta pernikahan di Bangka Belitung. Tari Campak Bunga menggambarkan ejekan, sindiran, atau pun kelakar masyarakat dalam mempergunjingkan tingkah laku anak-anak muda yang sedang dilanda asmara. Tarian ini berhubungan dengan Tari Lenggok Mak Inang, sebuah tarian yang menggambarkan kisah cinta sepasang kekasih sejak mereka bertemu hingga ke pelaminan. Hubungan tema antara Tari Campak Bunga dengan Tari Lenggok Mak Inang membuat kedua tarian ini mempunyai bentuk gerak dan pola edar yang serupa. Hanya saja, pada saat lagu pengiring sampai pada refrein, gerakan Tari Campak Bunga merupakan kebalikan dari gerakan pada Tari Lenggok Mak Inang.[12]
  4. Tari Campak Darat
    Budaya khas Melayu Belitung ini merupakan harmonisasi antara musik, gerak, dan pantun. Dimainkan oleh dua atau empat orang perempuan dan laki-laki yang saling berbalas pantun dalam iringan musik tradisional berupa tawak-tawak, gendang, dan biola. Pantun disampaikan dalam bentuk nyanyian sembari pemain bergerak maju-mundur, selaras irama musik. Penonton yang ingin bergabung dan menari bersama harus memberikan sejumlah uang yang dicampakkan ke dalam wadah yang disediakan.[13]
  5. Tari Campak Laut
    Merupakan tarian Suku Sawang yang biasa ditampilkan dalam upacara Muang Jong. Tarian ini dimainkan oleh kaum perempuan, tua maupun muda, dengan iringan musik dan lagu-lagu khas Suku Sawang.[14]
  6. Lesong Panjang
    Lesong panjang merupakan bentuk kesenian yang berhubungan erat dengan budaya agraris, ditunjukkan dengan alat permainan berupa sebuah lesong (lesung) dan alu (pemukul) yang terbuat dari kayu pilihan agar memunculkan suara khas yang jernih. Lesong panjang dimainkan oleh beberapa orang dengan cara memukulkan alu pada lesong dan saling menukarkan alu antar pemain, dengan berbagai variasi gaya dan pukulan sehingga menghasilkan bunyi dan gerak yang harmonis. Bentuk lain dari lesong panjang adalah lesong batang.[15]
  7. Beripat Beregong
    Merupakan atraksi adu ketangkasan dengan alat permaianan berupa semacam cambuk yang terbuat dari rotan. Ciri khas Beripat Beregong adalah music pengiring berupa kelinang (gamelan dan gong) dan serunai (alat tiup) yang dimainkan di atas panggung tinggi bernama balai peregongan. Permainan ini sangat mengandalkan keterampilan memukul dan menangkis serangan lawan.[16]
  8. Dul Mulok
    Dul mulok merupakan sebuah drama tradisional berbahasa melayu. Drama tradisional ini akan membawakan cerita rakyat setempat dengan iringan alat music gendang dan biola. Syair cerita Dulmulok sendiri berasal dari alunan syair Abdul Mulok. Kesenian tradisional Dulmulok merupakan kesenian tradisional Belitung yang berkembang di Kecamatan Membalong.[17]
  9. Lagu Daerah
Berikut lagu-lagu daerah Bangka Belitung: bujang lapok, miak ku sayang, men sahang lah mirah, yok miak, alam wisata Pulau Bangka, nasib si bujang saro, sidik Belitong, icak- icak dek tau, dek sangke, tari tanggai, dan kabile-bile.[18]
Contoh lirik lagu alam wisata Pulau Bangka:
Pasir puteh di sepanjang pantai Bangka. Kite duduk di sure ari. Burung camar terbang diatas ombak. Sedenget agik ari nek malem. Banyak perau, perau nelayan pulang. Dari laot gi nyarik ikan. Laot tedoh, nelayan seneng ati e. Buleh e banyak bemacem-macem. Alam wisata pulau Bangka. Dari laot sampai ke darat. Tinggal ka dateng, cari tempet yang ka seneng. Alam wisata pulau Bangka. Pantai bersih laot e biru. Amper ge tiker, kite duduk sambil manggang ikan. Ati ge seneng dak pacak di kate. Ati ge seneng men datang ke sini.[19]

        1. Upacara Adat dan Tradisi
  1. Ritual Jelangkung
Merupakan ritual pemanggilan arwah yang berasal dari Pulau Bangka (khususnya yang biasa dilakukan oleh orang keturunan tionghoa atau cina) dan biasanya disebut cu si pak me. Salah satu syarat ritual dalam permainan ini di haruskan di samping kandang babi pada malam hari. Biasanya babi-babi yang tertidur akan menjerit keras, dan itu merupakan tanda-tanda si hantu yang di panggil akan datang. Setelah si hantu datang, maka keranjang yang di pegang akan bergoyang tidak tentu arah. Kemudian si hantu pun akan ditanya jika dia perempuan maka keranjang akan mengangguk, dan apabila yang datang laki-laki maka keranjang akan sedikit memberontak tak tentu arah. Ritual ini hanya berlaku setengah bulan dalam 1 tahun. biasanya bertepatan pada bulan 8 dalam penanggalan imlek. Jadi ritual ini tidak bisa di lakukan setiap hari. Sampai sekarang ritual ini masih sering di mainkan oleh masyarakat di Pulau Bangka belitung khususnya di daerah Belinyu dan sekitarnya. [20]
  1. Maras Taun
    Upacara Maras Taun berakar dari tradisi agraris masyarakat Melayu Belitung, yang digelar setiap tahun sebagai ungkapan rasa syukur atas panen padi pada tahun tersebut dan harapan akan hasil panen yang lebih baik di tahun mendatang. Tradisi ini sekaligus menjadi bentuk pertanggungjawaban dukun kampong kepada masyarakat sekitar. Upacara maras taun dipimpin oleh dukun kampong, diawali dengan doa, yang diikuti serangkai prosesi adat tertentu, dan ditutup doa akhir. Maras Taun biasanya dimeriahkan dengan permainan Lesong Panjang dan Nutok Lesung.[21]
  2. Nirok Nanggok
    Nirok nanggok adalah wujud kearifan lokal masyarakat Belitung dalam melestarikan ekosistem sungai. Ritual ini merupakan acara menangkap ikan secara masal di Lemong Titi Jemang, Desa Kembiri, Kecamatan membalong, pada musim kemarau. Keseluruhan prosesi dipimpin oleh seorang Dukun Aik melalui tahap-tahap tertentu dengan aturan-aturan adat yang tidak boleh dilanggar. Alat tradisional yang digunakan untuk menangkap ikan dalam upacara ini berupa tirok dan tanggok[22]
  3. Muang Jong
    Muang Jong merupakan sebuah upacara ritual Suku Sawang yang digelar saat menjelang musim Tenggare’ pute (Tenggara), biasanya sekitar bulan Juli hingga September, ketika angin dan ombak laut sangat kuat dan ganas. Melalui ritual ini, masyarakat Suku Sawang memohon perlindungan dari segala bencana selama mengarungi lautan. Ritual ini adalah prosesi sakral yang panjang, biasanya berlangsung selama 3 hari 3 malam, dipimpin seorang dukun Suku Sawang. Puncak acara adalah dilepaskannya sebuah perahu kecil (jong) berisikan sesajen dan Ancak, ke tengah laut. Beberapa kesenian Suku Sawang antara lain Tari Ancak dan Tari Gajah Manunggang mengiringi prosesi ini. [23]
  4. Tradisi Makan Bedulang
Makan bedulang adalah prosesi makan bersama yang dilakukan menurut Adat Belitong dengan tata cara dan etika tertentu. Satu dulang diperuntukkan bagi empat orang yang duduk bersila di lantai, saling berhadapan. Dalam tradisi ini disajikan berbagai masakan khas Belitung dalam seperangkat piranti Makan Bedulang, yang mencerminkan keterkaitan erat antara sistem sosial dan ekologi pulau Belitung. Salah satu makna filosofis yang terkandung dalam Makan Bedulang adalah rasa kebersamaan dan saling menghargai antar anggota masyarakat. Duduk sama rata, berdiri sama tinggi.[24]
  1. Upacara Perang Ketupat
    Upacara Tradisional Perang Ketupat di Tempilang Bangka, tradisi ini diyakini telah dilaksanakan sejak gunung Krakatau di Selat Sunda meletus pada tahun 1883. Pada awalnya Perang Ketupat dilakukan dengan menggunakan bahan makanan dari ubi gadung. Ubi gadung ini sejenis ubi jalar. Namun dalam perkembangannya dengan alasan kepraktisan dan mudah didapat ubi gadung diganti ketupat. Acara ini dilakukan pada tanggal 15 bulan Sya’ban (bulan Ruwah) atau menjelang puasa pada minggu ke-3 bulan Sya’ban. Upacara adat ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan agar kehidupan mereka 1 tahun ke depan terhindar dari marabahaya yang akan menimpa masyarakat setempat.[25]
    Di dalam tradisi ini terkandung nilai agama yang mencakup nilai aqidah, syariah, akhlak; nilai budaya yeng tercermin dalam beberapa hal, yakni pantangan tiga hari, menghanyutkan perahu, dukun tidak boleh mempublikasikan nama-nama makhluk halus; dan nilai sosial yang mencakup gotong royong dan kebersamaan.[26]
  2. Tradisi Pernikahan Adat Bangka
    Tata cara pelaksanaan pernikahan adat Bangka meliputi; persiapan upacara pernikahan seperti nyurung barang atau pengantar, mahar dan waktu pengantin. Pelaksanaan upacara upacara pernikahan meliputi; akad nikah dan alat-alat pengantar, upacara jemputan, malam pengantin dan tepung tawar dan berambeh. Dalam tradisi ini terkandung nilai-nilai agama islam, seperti; membaca al-Qur’an samapi khatam oleh pasangan pengantin. Sedangkan dari nilai sosialnya dapat kita lihat dari pelaksanaan upacara pernikahan yang mana membutuhkan masyarakat setempat dalam pelaksanaan upacara pernikahan tersebut.[27]

        1. Kuliner Belitung
Selain keanekaragaman kesenian, Kabupaten Belitung juga memiliki kekayaan kuliner atau masakan yang khas. Beberapa diantara kuliner khas Belitung yaitu :
  1. Gangan
Adalah masakan khas Kabupaten Belitung yang berbahan ikan. Ikan berkuah kuning yang dilengkapi irisan nanas muda. Ikan yang dapat diolah menjadi gangan adalah ikan kepala ketarap, ikan ilak, ikan kerisi, dan masih banyak lagi.
Rempah yang digunakan adalah kunyit, lengkuas, serai, cabe rawit, bawang merah, terasi, asam jawa, garam, dan gula pasir.[28]


  1. Mie Belitong
    merupakan mie rebus kuah dari udang kental. Mie ini disajikan pula dengan daun simpor dan juga irisan kentang.[29]
  2. Suto Belitong
    yaitu masakan yang mengandung irisan lontong/ketupat. Irisan tersebut disajikan dengan kuah kari iga santan, emping, irisan kentang, jeruk dan dilengkapi dengan kecap.[30]
  3. Kopi Belitong
    merupakan kopi bubuk yang memiliki khas dalam komposisinya. Kopi ini dapat dicampur dengan susu dengan bubuk kopi yang disaring.[31]
  4. Belacan Sijok
    adalah sebuah terasi. Terasi ini khas dengan udang pilihan yang berasal dari desa Sijok.[32]
  5. Es Jeruk Kunci
    yaitu hidangan minuman dingin yang terbuat dari jeruk kecil asam beraroma segar. Selain itu, jeruk ini juga dilah menajdi sirup yang dikenal dengan nama sirup jeruk kunci.[33]
  6. Sambal Lingkong
    Sambal Lingkong merupakan abon ikan rebus yang dicampur dengan bumbu dan kelapa kering. Sambal Lingkong merupakan abon ikan rebus yang dicampur dengan bumbu dan kelapa kering.[34]
  7. Lempah Kuning
    Adalah masakan khas masyarakat Bangka Belitung yang paling terkenal dengan kekhasan warna dari kuah nya yang berwarna kuning kunyit.. [35]
        1. Pariwisata
          1. Pantai Tanjung Pendam
Pantai ini terkenal dengan sunset-nya yang mempesona, serta pemandangan Pulau Kalimoa di kejauhan. Di sekitar pantai ini juga terdapat hutan pinus. Saat malam menjelang, bermunculan warung dan kafe tenda yang menyuguhkan makanan dan minuman ditemani dengan live music. Tiket masuk Pantai Tanjung Pendam sangat murah, Rp2000,- per orang. [36]
    1. Pantai Tanjung Kelayang
      Pantai ini memiliki pasir putih dan rangkaian batu karang yang unik. Bayak orang mengakuinya sebagai salah satu pantai terindah di Belitung . Dari Pantai Tanjung Kelayang pelancong dapat menjelajah menuju pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Pulau Belitung, seperti Pulau Lengkuas, Pulau Babi, Pulang Burung, dan lainnya. Tiap pulau kecil ini menyimpan kekayaan bawah air yang indah. Pelancong dapat melakukan snorkeling dan selam, karena pantai ini memiliki beragam terumbu karang yang indah. Di sekitar pulau-pulai ini pula, akan dijumpai varian ikan cantik, penyu, dan terumbu karang yang kaya warna.[37]
    2. Pantai Tanjung Tinggi
Di pantai yang megah dan eksotisnya ini, wisatawan dapat bermain di pasir pantai yang putih dan bersih. Airnya berwarna biru kehijauan, dikelilingi oleh batu-batu granit besar, semakin mempercantik pantai. Di sinilah lokasi syuting film Laskar Pelangi. Pantai Tanjung Tinggi. Pantai ini berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Tanjungpandan, Belitung. Perjalanan dapat ditempuh sekitar 1 jam lamanya.[38]
    1. Wisata Museum
Terdapat dua museum yang biasa dikunjungi jika ingin mengetahui sejarah Kabupaten Belitung, yaitu Museum Pemerintah Daerah, dan Museum Badau. Museum Pemerintah Daerah terletak di dalam Kota Tanjungpandan, tak jauh dari Pantai Tanjung Pendam. Museum ini dahulu bernama Museum Geologi. Di Museum ini, pengunjung bisa melihat sejarah penambangan timah di Pulau Belitung dalam bentuk replika tambang dan peralatannya, barang-barang peninggalan bersejarah, dan juga sebuah kebun mini lengkap dengan sarana bermain anak. Sedangkan Museum Badau terletak di Kecamatan Badau, sekitar 20 km dari kota Tanjungpandan. Museum ini merupakan tempat penyimpanan benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Badau.[39]



[1] Tim, Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Daerah Prov. Kepulauan Bangka Belitung, (Jakarta: DIREKTORAT Jenderal Perimbangan Keuangan, 2012), hlm. 5.
[2] Pemerintah Kabupaten Belitung, Potret Belitung : Negeri Laskar Pelangi (Belitung: Adhi Cipta Arthapura, 2013), hlm.18.
[3] Anonim, Arsitektur Tradisional Bangka Belitung, http://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id., Diakses pada 5 November 2015
[4] Oase Kirana Bintang, 2014, Baju Seting dan Kain Cual, http://budaya-indonesia.org, Diakses pada 5 November 2015
[5] Ibid.
[6] Pemerintah Kabupaten Belitung, Potret Belitung : Negeri Laskar Pelangi (Belitung: Adhi Cipta Arthapura, 2013),  hlm.19.
[7] Ibid, hlm.20.
[8] Ibid, hlm.20.
[9] Anonim, Musik Tradisional Bangka Belitung, http://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id., Diakses pada 5 November 2015
[10] Pemerintah Kabupaten Belitung, Potret Belitung : Negeri Laskar Pelangi (Belitung: Adhi Cipta Arthapura, 2013, hlm.21.
[11] Ibid, hlm.21.
[12] Anonim, Tari Tradisional Bangka Belitung, http://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id., Diakses pada 5 November 2015
[13] Pemerintah Kabupaten Belitung, Potret Belitung : Negeri Laskar Pelangi (Belitung: Adhi Cipta Arthapura, 2013, hlm.21.
[14] Ibid, hlm.22.
[15] Ibid, hlm.22.
[16] Ibid, hlm.22.
[17] Ibid, hlm.23.
[18]Anonim, Nama-nama Lagu Tradisional di Indonesia,  http://werismuna.blogspot.co.id
[19] Anonim, 2012, Lirik Lagu Alam Wisata Pulau Bangka, http://www.platbn.com, diakses pada     6 November 2015
[20] Anonim, 2014, Ritual Jelangkung Versi Cina di Bangka Belitung, http://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id., Diakses pada 5 November 2015
[21] Pemerintah Kabupaten Belitung, Potret Belitung : Negeri Laskar Pelangi (Belitung: Adhi Cipta Arthapura, 2013), hlm.23.
[22] Pemerintah Kabupaten Belitung, Potret Belitung : Negeri Laskar Pelangi (Belitung: Adhi Cipta Arthapura, 2013) hlm.24.
[23] Ibid, hlm.24-25.
[24] Ibid, hlm.25.
[25] Zainab, Tradisi Perang Ketupat di Desa Tempilang Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 24-26.
[26] Ibid, hlm. 56.
[27] Hendro Superyadi, Tradisi Pernikahan Adat Bangka (di Desa Mentok Kec.Kelapa Kab. Bangka Barat), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009), hlm. 46-47.
[28] Pemerintah Kabupaten Belitung, Potret Belitung : Negeri Laskar Pelangi (Belitung: Adhi Cipta Arthapura, 2013), hlm.27.
[29] Ibid, hlm.27.
[30] Ibid, hlm.27.
[31] Ibid, hlm.27.
[32] Ibid, hlm.27.
[33] Ibid, hlm.27.
[34] Ibid, hlm.27.
[35] Anonim, Makanan Tradisional Bangka Belitung, http://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id., Diakses pada 5 November 2015
[36] Pemerintah Kabupaten Belitung, Potret Belitung : Negeri Laskar Pelangi (Belitung: Adhi Cipta Arthapura, 2013), hlm.114.
[37] Ibid, hlm. 118.
[38] Ibid, hlm. 122.
[39] Ibid, hlm. 126.

0 komentar:

Posting Komentar